Stadion Menteng atau Stadion Persija di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, kini benar-benar tinggal kenangan. Pada awalnya stadion Menteng ini adalah lapangan sepakbola yang didirikan oleh oleh arsitek Belanda, F.J. Kubatz dan P.A.J. Moojen. Mulanya di tahun 1921, stadion ini bernama Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld).
Sejak tahun 1921, lahan seluas 3,4 hektar tersebut sudah digunakan sebagai tempat berolahraga orang-orang Belanda. Selanjutnya, stadion tersebut digunakan untuk masyarakat umum, dan pada tahun 1961 hingga sebelumya di robohkan digunakan sebagai tempat bertanding dan berlatih bagi Tim Persija.
Sebelum menempati stadion Menteng, Persija telah melakukan berbagai program pembinaan seperti menggelar kompetisi klub anggota, kompetisi kelompok umur, latihan tim senior dan tim berbagai jenjang usia di stadion IKADA yang sekarang dikenal sebagai Monumen Nasional (Monas). Kemudian, seiring adanya program pembangunan Monas pada tahun 1958, stadion Persija dipindahkan ke stadion Menteng yang diserahkan secara langsung oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tahun 1960.
Pada masa itu, Presiden Soekarno memberikan Stadion Menteng kepada Persija karena Lapangan Ikada yang merupakan markas Persija digunakan untuk membangun Monas. Di stadion inilah sebagian besar sejarah organisasi persatuan sepak bola yang berdiri tahun 1928 itu tercipta.
Stadion ini dulunya merupakan salah satu kebanggaan warga Jakarta dan paling bersejarah,baik dalam sejarah Kota Jakarta maupun persepak bolaan di Jakarta dan Indonesia. Banyak legenda pesepak bola Indonesia lahir di sini, seperti Djamiat Kaldar,Bob Hippy, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Anjas Asmara,Andy Lala,Patar Tambunan, Marzuki Nyak Mad sampai Miro Balbobento.
Selain banyak menghasilkan pemain-pemain top, pada 1975, Surat Keputusan Gubernur Jakarta Tahun 1975 menetapkan stadion ini sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang harus dilindungi.
Tetapi kenyataannya lain Gubernur lain, lain kebijakan. Tertanggal 26 Juli 2006, Satpol PP Pemerintah Provinsi Jakarta dibantu pihak kepolisian dan TNI atas intruksi Gubernur Sutiyoso akhirnya merobohkan bangunan stadion Menteng.
Kebijakan ini bukan sekadar menghilangkan lagi salah satu bangunan bernilai historis di Ibu Kota. Namun, inilah potret nyata untuk kesekian kalinya hak publik menikmati tontonan sepak bola yang merakyat dan murah di tengah kota dikorbankan. Dan semestinya stadion yang mempunyai sejarah yang tinggi ini sepatutnya untuk dilestarikan. Bukan saja sebagai identitas suatu kelompok/wilayah ataupun momen lainnya. Tapi sebagai aset yang kelak anak cucu kita.
Stadion Menteng Jakarta Pusat memang bukanlah Stadion Megah seperti Old Trafford maupun Giuseppe Meazza seperti yang terdapat di belahan dunia lainnya. Stadion Menteng adalah Stadion Kecil yang dibangun puluhan tahun yang lalu sebelum Bangsa ini merdeka. Dikatakan kecil karena memang dibangun pada lokasi yang tidak terlalu luas dan memang secara kasat mata Stadion ini jauh dari kata megah dan mampu menampung banyak penonton seperti Gelora Bung Karno Jakarta.
Stadion Menteng juga memang jauh dari kata terawat, baik berupa kualitas tribun maupun lapangannya, pendeknya ini adalah sebuah stadion yang dianaktirikan bagi Pemprov DKI hingga mereka berhasil merobohkannya.Tapi pernahkah kita berpikir berapa banyak pesepakbola tangguh nasional yang lahir dan di besarkan dari stadion ini?
Terlepas dari faktor kelayakan bangunan, Stadion Menteng adalah situs sepak bola Indonesia. Di sana terpahat beribu cerita perkembangan sepak bola kita. Bagaimana pun carut marutnya sepak bola kita, tidak seharusnya situs sejarah itu dilupakan dan dimusnahkan.
Rencana Gubernur DKI Sutiyoso mengubah fungsi Stadion Menteng menjadi Taman Menteng berawal sejak 2004. Sekitar bulan September 2004, Dinas Pertamanan DKI Jakarta membuka sayembara desain Taman Menteng, ruang terbuka publik serba-guna. Sayembara menekankan pada tema penyelesaian masalah parkir melalui parkir bawah tanah dan ruang publik yang memiliki karakter kontemporer. Soebchardi Rahim dengan tema desain "Dual Memory" sebagai pemenangnya. Desain pemenang sayembara tentunya sesuai selera Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu menghilangkan stadion bersejarah yang sudah berumur 84 tahun itu. Sementara desain yang tetap mempertahankan keberadaan stadion dan memadukannya dengan taman interaktif yang serba-guna justru ditolak.Sejak awal keberadaan stadion yang menjadi salah satu daerah resapan air di Jakarta Pusat itu sudah direncanakan pindah. Dari penekanan tema desain, menghadirkan parkir bawah tanah, jelas terlihat adanya upaya menghilangkan resapan air di kawasan itu.
Rencana menata Taman Menteng seperti itu pernah mencuat di saat Surjadi Soedirdja menjadi Gubernur DKI Jakarta (1992-1997). Namun, dengan pertimbangan akan merusak resapan air, Surjadi menolak rencana tersebut. Kelompok Studi Arsitektur Lanskap yang diketuai Yudi Nirwono Joga mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan terhadap rencana memindahkan Stadion Menteng dan menjadikan taman serba guna. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memedulikannya.
Kepala Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan bahwa perkiraan biaya pembangunan Taman Menteng senilai Rp 45 miliar semuanya ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara pengelolaan pascapembangunan mengandung prinsip pembiayaan pengelolaan secara mandiri dengan bentuk badan pengelola dan alternatif kedua adalah kerja sama dengan pihak swasta.
Asisten Perekonomian Sekretariat Daerah DKI Jakarta Ma’mun Amin mengatakan, masa pengelolaan Stadion Lebak Bulus oleh Grup Bakrie dengan kontrak 20 tahun akan berakhir pada tahun 2010. Untuk pengambilalihan pengelolaan di tengah jalan, Pemerintah Provinsi DKI harus membayar uang kompensasi senilai Rp 13 miliar tidak secara tunai.
Hal tersebut dilakukan karena pengelola lama masih belum membayar fasilitas sosial dan fasilitas umum kepada Pemerintah Provinsi DKI atas Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Rencananya di Taman Menteng nanti akan terdapat sarana olahraga futsal, badminton, jogging, taman dan monumen sepak bola, serta gedung parkir tiga lantai berkapasitas 200 mobil. Biaya yang dianggarkan untuk pembangunan Taman Menteng ini sebesar 32 miliar rupiah, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2006.
Pada tanggal 28 April 2007, taman ini diresmikan dan dikategorikan sebagai taman publik yang memiliki fasilitas olahraga, 44 sumur resapan, dan lahan parkir.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tanpa sepengetahuan pihak Persija mengaktakan tanah stadion ini ke Badan Pertanahan Nasional pada 2001. Lahan tempat berdirinya stadion dan Wisma Persija ini dinyatakan sebagai lahan kosong, dan Persija hanya disebut mempunyai hak guna bangunan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian digugat ke PTUN, tapi gagal. Persija kemudian menggugat ke Pengadilan Negeri. Saat proses hukum masih berjalan, Pemerintah provinsi DKI memaksa Persija untuk pindah kantor ke kawasan Roxy.
Pada 26 Juli 2006, Satpol PP Pemerintah Provinsi Jakarta dibantu pihak kepolisian dan TNI, merobohkan bangunan stadion Menteng ini dengan menggunakan alat berat. Pembongkaran ini mendapat kecaman dari banyak pihak, terutama dari Persija dan 30 klub sepak bola, Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault dan juga dari warga sekitar.
Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan pembongkaran adalah:- Surat persetujuan 55 warga Menteng kepada Gubernur, pada 11 Juni 2005.
- Surat Perintah Gubernur DKI No 50/2006 tentang "Penertiban Stadion Menteng"
- Undang-undang No 80/2005 tentang "Tata Kota"
Pembongkaran dan pengalihan fungsi stadion oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap telah melanggar berbagai peraturan, yaitu:
- SK Gubernur No D.IV-6098/d/33/1975 yang menetapkan Menteng, termasuk Stadion Menteng sebagai kawasan pemugaran, yang berarti kawasan yang harus dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan hati-hati sebagai lanskap cagar budaya.
- UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya.
- UU No 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, yang menyatakan penggusuran dan pengalihan fungsi bangunan olahraga harus disertai rekomendasi Menteri Pemuda dan Olahraga.
- Perda No 9/1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Benda Cagar Budaya.
- Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14/1988 tentang Penataan Ruang Hijau Perkotaan, yang mensyaratkan pentingnya lapangan olahraga publik.
Artikel Terkait :
0 komentar:
Posting Komentar